Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Sejarah Singkat Berdirinya PP. MIA

Gambar
BERDIRINYA MADRASAH DAN PONDOK MIA A. Masa-masa perintisan (1965) Ketika masyarakat Moyoketen dan sekitarnya mulai gandrung kepada keindahan ajaran islam   KH. Abdul Aziz mendirikan masjid yang sangat sederhana, yaitu   atas kerelaan mbah Musi untuk mengubah bale rumahnya menjadi Masjid. Di masjid yang berdindingkan anyaman bambu (gedek) dan berlantaikan anyaman daun kelapa (blarak) ini beliau mulai mengajar dan membimbing santri-santri tentang masalah keagamaan. Suatu ketika, masjid tersebut roboh dan menimpa salah seorang santri, melihat hal itu mereka yang sejak awal tidak suka dengan Islam dengan nada mengejek berkata “ngedekne masjid kok nang kene” (mendirikan masjid kok di sini). Satu hal yang menarik dari masjid ini ialah walaupun kedaannya begitu sederhana dan lantainya sering basah oleh banjir, tidak membuat para santri untuk meninggalkannya, sehingga tak hayal masjid ini menjadi saksi bisu atas khatamnya pelajaran Alfiah oleh empat orang santri . mereka adalah Bapa

Inilah langkah-langkah kami di MIA

SEBUAH KESAKSIAN Di era globalisasi dan modernisasi yang acap kali didengungkan di masyarakat, banyak dampak yang ditimbulkan disamping sisi baik kemajuan. Diakui atau tidak kemajuan zaman memberikan banyak kemudahan dalam kehidupan manusia, namun dampak negatif yang ditimbulkan tidak kalah dasyatnya, kemerosotan moral dan etika masyarakat menjadikan pesantren bagaikan daun pepohonan yang mengeluarkan oksigen untuk melindungi udara  dari pencemaran udara. Kita perlu mengacungkan jempol kepada PP MIA karena di era seperti ini MIA masih mampu berdiri tegak dengan eksistensinya, peka dan mempu mengidentifikasikan setiap arus perubahan tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisonal. Di sinilah para santri ditantang untuk tanggap terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi, harus mampu menvisualisasikan nilai-nilai ala pesantren kedalam kemasan modernisasi tanpa harus kehilangan jati diri. Sebagai santri kita harus dapat mengoptimalkan apa yang kita peroleh di pesantren guna menghadapi se

Meraih kecintaan Allah dengan jalan Taubat.

Telah sama-sama ketahui bahwa Allah mencntai orang-oran yang bertaubat sebagimana firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 222: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ  yang artinya “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”    Ayat tersebut sudah jamak kita baca dan kita dengarkan. Namun, mungkin yang menjadi pertanyaan kita adalah seberapa kadar kesenangan Allah terhadap hamba-Nya yang bertaubat. Apakah sebesar dengan senangnya Allah terhadap orang ibadah tertentu dengan dengan jumlah tertentu, misalkan sholat, puasa atau Haji yang membutuhkan banyak biaya? Untuk menjawab itu kita baca dulu cerita berikut sebagai ilustrasi. Suatu hari ada seseorang yang melakukan perjalan jauh yang mengharuskannya melintasi padang pasir yang kering dan panas dengan mengendarai kuda. Karena kelelahan beristirahatlah dia di bawah sebuah pohon. Namun, suatu hal yang tidak dia inginkan telah terjadi, setelah dia t